FILTER BUBBLE'S EFFECT



Pernahkah disaat kalian bermain sosial media, linimasa yang kalian lihat sesuai dengan apa yang kalian sukai? Meskipun sudah di refresh berulang kali, tetapi tetap saja informasi yang dimunculkan adalah sesuatu yang kalian suka. Buat yang merasa kebingungan, fenomena ini disebut Filter BubbleApa sih yang dimaksud dengan Filter Bubble? Kenapa fenomena ini dianggap berbahaya terhadap pengguna sosial? Dibawah ini akan saya jelaskan semampu saya.

Filter Bubble atau yang kerap disebut dengan gelembung tersaring merupakan sisi gelap algoritma media sosial. Karena algoritma yang digunakan mengikuti dari setiap pengguna sosial media. Algoritma ini merupakan hasil pencarian yang didasarkan pada algoritma suatu situs untuk menebak secara selektif informasi apa saja yang ingin diketahui oleh seseorang berdasarkan informasi pengguna. Jadi dapat disimpulkan bahwa, setiap pengguna akan menerima informasi yang berbeda-beda tergantung kesukaannya. Nantinya, kesamaan hal itu akan diletakkan dalam tempat yang sama. Dampaknya, orang-orang hanya menerima informasi berdasarkan kesukaan mereka saja. Mereka hanya mendalami satu hal saja alias buta informasi.

Tentu saja, efek yang diberikan oleh Filter Bubble menuai pro dan kontra. Karena terkadang sesuatu yang kita belum benar-benar paham dan kemudian muncul begitu saja tanpa diketahu kredibilitas nya dapat dibilang sebuah hoax. Berbeda dengan hal yang kita sukai, meskipun ada informasi-informasi baru tetapi kita dapat mengerti mana yang merupakan berita valid dan tidak. Hal ini terjadi, karena pada awalnya kita sudah memahami betul konsep tersebut.

Filter Bubble membuat ruang informasi menyempit. Seolah-seolah pengguna nya terisolasi dengan algoritma yang kejam ini. Mereka sama sekali tidak akan tertarik dengan berita-berita diluar ketertarikan mereka. Justru hal inilah yang membuat sosial media hanya menjadi wadah bagi para penggunanya berdasarkan ketertarikan mereka. Padahal, tujuan awal dibuatnya sosial media adalah untuk mengumpulkan, menemukan, serta berbicara dengan orang lain yang berbeda pandangan sekaligus.

Dampak dari fenomena ini semakin terasa di kalangan orang tua yang memiliki akun sosial media. Orang tua jarang sekali mem-filter informasi yang masuk. Mereka cenderung langsung menerima dan menyebarluaskannya. Maka tidak kaget jika orang tua lebih sering termakan berita hoax daripada kaum-kaum millenials. Permasalahan ini akan menjalar hingga ke arah demokratis dan kehidupan dalam bermasyarakat. Mudahnya, saat pemilihan presiden bulan April lalu. Banyak dari masyarakat memberi dukungan ke calon yang dipilihnya. Dari situlah akan muncul masalah. Orang yang mendukung calon 01 dan 02 pasti akan terus memberikan informasi-informasi yang positif. Mereka hanya fokus terhadap pilihannya sendiri tanpa mau mengerti apa saja yang dimiliki dengan saingannya. Dari sinilah muncul olok-olokan antar pendukung, menyebarkan fitnah, hoax, dan dampak-dampak negatif lainnya. Hal ini dilakukan semata-mata karena hanya ingin orang yang didukung menang. Padahal akan lebih terlihat rasional jika setiap pendukung saling melihat saingannya dalam sudut pandang yang berbeda. Meskipun tetap ada perseteruan pendapat, tetapi dapat meminimalisir konflik yang besar. Output nya, persaingan ini akan menjadi persaingan sehat dan tidak merugikan kedua belah pihak.

Maka dari itu, kita sebagai pengguna media sosial entah orang tua maupun kawula muda harus mau mencari informasi-informasi diluar ketertarikan kita. Hal ini berguna agar kita tidak melihat segala sesuatu dari satu sudut pandang saja. Dengan begitu, informasi-informasi yang tersaring akan lebih relevan.

0 komentar:

Posting Komentar